B U K I T T I N G G I
detail news

11 Apr,2019 16:04

Sekolah Keluarga, Membekali Keluarga Kemampuan Mendidik dan Membesarkan Anak dengan Baik dan Benar

Ratusan warga Bukittinggi yang sedang mengikuti Program Sekolah Keluarga di 12 Kelurahan, mengikuti Kuliah Umum Sekolah Keluarga di Auditorium Perpusnas Bung Hatta. Warga yang didominasi kaum ibu itu serius menyimak materi yang disampaikan Psikolog Adriano Rusfi, Selasa (09/04),

Sekretaris Daerah Kota Bukittinggi Yuen Karnova saat membuka Kuliah Umum itu menyoroti pelbagai masalah keluarga, anak dan remaja Bukittinggi saat ini. “Anak-anak kita menghadapi banyak masalah dan tantangan, dan kita tidak tau apa yang akan terjadi besok dan kedepan, jika kita tidak siap dari sekarang”, ujar Yuen.

Yuen Karnova melanjutkan, seandainya kita lalai hari ini, kita tidak akan mendapatkan generasi penerus yang berkualitas dan dapat dibanggakan. Karena sibuk dengan masalah yang dihadapinya. Karena itulah Ketua TP PKK mencetuskan ide Sekolah Keluarga ini. Sekolah Keluarga diharapkan dapat membekali  setiap keluarga sehingga memiliki kemampuan mendidik dan membesarkan anak-anak dengan baik dan benar. “Kita tidak boleh lengah, karena kelengahan itu akan kita bayar mahal dengan masa depan keluarga kita yang suram”, tegas Yuen.

Karena itu, Yuen kembali menegaskan, Pemko berterima kasih kepada Ketua TP PKK, yang menggagas sekolah keluarga. Semoga ini menjdi solusi atas persoalan yang tengah terjadi ditengah keluarga kita hari ini.

Sementara narasumber Psikolog Adriano Rusfi dari gerakan Indonesia beradab, memberikan materi dengan  judul mendidik generasi ABCD (Aqil Baligh Cerdas Dewasa). Dalam materinya, Adrianof memaparkan beberapa Kasus mutakhir yang kita hadapi. Seperti Pedofilia yang telah menjadi krisis nasional dan kejahatan transnasional, Pembunuhan terhadap siswa sma taruna nusantara, Fenomena agama hardcore di kota-kota besar, Diperkirakan Indoneaia tidak akan mencapai bonus demografi, Siswa 13 tahun memperkosa siswi di langsa NAD, Tiga murid 12 tahun mencabuli 6 teman dan menyetubuhi 3 ekor kambing, Lelaki 10 tahun menghamili gadis 9 tahun

Semua hal yang mengerikan itu rata-rata dilakukan remaja. Dulu pemuda adalah aset, tapi kini remaja adalah masalah. Sesuai UU pendidikan dan pengajaran RI tahun 1951 : putra putri Indonesia yang telah berusia 15 tahun harus mampu melakukan seluruh peran dan tanggung jawab orang dewasa. Seharusnya remaja adalah sosok mandiri yang bertanggung jawab. Tapi yang ada Remaja, sebuah fenomena.

Istilah Remaja itu sendiri Baru ada sejak akhir abad ke 19. Muncul sejak era revolusi industri dan sekolah. Adoleacence - adolescere - pre adult. Bukan anak, tapi belum dewasa. Anak baru gede. Terjadi secara massif dan global, kecuali di masyarakat terkebelakang dan terasing. Mendapatkan pembenaran ilmiah, sosial bahkan keagamaan. Remaja, sebuah tragedy. Sudah baligh, namun belum aqil. Bukan anak tapi belum dewasa. Periode transisional dengan rentang sangt panjang. Tidak produktif, bahkan konsumtif dan destruktif. Generasi galau. Bingung dengan identitas, status dan posisi sosial.

Adriano menilai, Sekolah terbaik adalah rumah tangga dan surau. Di dalam Islam, remaja tidak ada, sesudah anak-anak seharusnya menjadi dewasa. Karena menyegerakan aqil anak-anak kita hanya bisa lewat keluarga.

Sudah saatnya kita tidak mengulangi kesalahan lagi. Remaja, Baligh terlalu cepat karena over nutrisi. Aqil (akal) yang terlambat karena salah ayah, kurang didikan ayah. Ibuk lebay, bapak lalai, jadilah generasi alay, Astagfirullah. Didik anak menjadi mukallaf, orang aqil baligh yang siap memikul syariat Islam. Sekolah keluarga diharapkan dapat mengembalikan peran besar keluarga terhadap tanggung jawab kepada anak. Ajarkan anak kita shalat, mengaji, pendidikan karakter. Lebih penting ayah bunda ikut sekolah kelurga daripada anak ikut sekolah umum. Kembalikan pendidikan lewat masjid dan surau. Ini harta kita yaitu surau.

Kembalikan lagi Peran ayah, itu kunci utama. Karena ayah adalah Pembuat visi dan misi, Penanggung jawab, konsultan pendidikan, pendidik iman dan aqidah, sang ego dan individualitas, sosok pembangun sistem berpikir, suplier maskulinitas dan the king of tega. Sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab. (Ylm)