B U K I T T I N G G I
detail news

27 Apr,2016 00:04

Wantimpres Jemput Aspirasi

Bukittinggi--Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pusat menjemput informasi dan masukan tentang penyelenggaraan negara dilihat dari aspek etika moral. Tim dari Sekretariat Wantimpres dipimpin Ahmad diterima Sekda Yuen Karnova bersama kepala SKPD terkait, organisasi kemasyarakatan dan camat, di balaikota, Rabu (27/4).

Tim Wantimpres, seperti diungkapkan Sekretariatnya, Ahmad sengaja mengunjungi sembilan daerah di tanah air untuk menghimpun masukan dari tokoh-tokoh masyarakat tentang berbagai aturan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. “Kita mengidentifikasi daerah yang masih punya akar budaya lokal dan berpengaruh bagi masyarakatnya,” tutur Ahmad.

Diapun mencontohkan kepedulian masyarakat terhadap upaya memajukan wilayahnya dengan pola gotong royong. Di Jakarta misalnya, sekarang sulit sekali mencari orang yang mau jadi panitia HUT kemerdekaan, karena persoalannya juga berkaitan dengan pendanaan dan tantangan lainnya. Mungkin di daerah seperti Bukittinggi rasa kepedulian itu masih tumbuh dan berkembang. “Nantinya kami akan rumuskan nilai-nilai peradaban itu untuk pengambilan aturan-aturan secara nasional,” Ahmad menambahkan. Diapun sangat berkeinginan menyaksikan langsung berbagai kegiatan yang dilaksanakan kelompok masyarakat, terutama berkaitan etika dan peradaban yang sudah tumbuh dan berkembang hingga sekarang.

Sekda Yuen Karnova dalam sambutannya menyatakan krisis moral yang melanda secara nasional belakangan sebenarnya tidak bakal terjadi jika semua pihak berpegang teguh pada landasan etika dan peradaban yang sudah lama mengakar di tingkat lokal.

Seperti orang Minangkabau dengan berbagai aturan lokal yang berlaku di masyarakat. Misalnya sifat penyayang terhadap anak dagang, gotong royong, senasib sepenanggungan dan lainnya. Namun, perkembangan telah mengakibatkan nilai-nilai yang tumbuh dan mengakar secara turun-temurun itu menjadi bergeser, bahkan tergerus. “Hukum dan sistem berlaku terkadang kurang berpihak pada berkembangnya nilai-nilai itu,” tutur  Yuen. Selain itu, etika dan aturan-aturan lokal itupun sekarang dikait-kaitkan dengan Hak Asasi manusia (HAM).

Ketua Bundo Kanduang Hj. Efni mencontohkan hal-hal sering terjadi di kelembagaan pendidikan. Seorang guru bisa saja berurusan dengan hukum jika terlalu berlebihan memarahi murid. Hebatnya lagi sekarang anak SD saja bisa mengancam gurunya dengan pelanggaran HAM kalau bersikap terlalu keras di depan kelas. Padahal, dalam tatanan orang Minangkabau sayang di anak dilacuiki, sayang di kampuang ditinggakan. Artinya tindakan marah dilakukan karena sayang pada anak. Tapi sekarang marah pada anak atau murid bisa berujung di kandang situmbin.

Syahrul dari IAIN Bukittinggi mengusulkan agar aturan lokal di masyarakat dan juga peraturan daerah dilindungi oleh peraturan yang lebih tinggi. Dengan begitu tidak tumpang tindah dan juga bisa seiring jalan dalam pelaksanaannya. Seperti wajib bisa baca Alquran bagi calon penganten yang diatur Perda pada hampir seluruh daerah di Sumbar. Sementara, Buya dari Sosnaker mengharapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dijadikan kembali sebagai mata pelajaran di sekolah.

Sedangkan Asisten II Ismail Djohar mengharapkan pula agar pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) dimasukkan lagi sebagai kurikulum muatan lokal di ranah Minang. Dulu, BAM satu-satunya muatan lokal yang dipelajari di sekolah. Padahal, manfaatnya sangat positif dalam mempelajari masalah adat, tatanan dan nilai-nilai budaya Minangkabau di kalangan anak-anak SD. (hi/kominfo)